Suasana tausiah tampak kontras jika dibandingkan dengan daerah sekitar. Pasalnya, tidak jauh dari lokasi banyak terdapat tempat hiburan malam, mulai dari diskotik hingga tempat karaoke.
Berlokasi di pinggir jalan, tepatnya di pelataran sebuah toko, Umi tampak bersemangat mengisi tausiah. Di hadapan ratusan orang, Pipik menuturkan berbagai kisah manis dan ragam pelajaran penting yang diperolehnya dari sang suami.
"Sehari sebelum beliau meninggal, saya masih salat Dzuhur berjamaah sama beliau. Dia bilang umi harus sudah siap seperti abi. Saat itu saya tidak punya firasat apapun," kata Pipik.
Saat itu, Uje mengatakan, Pipik harus jadi wanita yang sabar, tabah, dan kuat. "Itu karena sebentar lagi banyak orang melihat kamu, bukan melihat abi lagi," ungkapnya menirukan perkataan Uje saat itu.
Dia lalu bercerita panjang lebar saat menerima kabar meninggalnya Uje. Pipik mengaku awalnya sulit menerima takdir kematian sang suami.
"Dalam benak saya bertanya, ada apa, kenapa, kenapa yang diambil bukan orang-orang yang pada korupsi, ambil-ambilin saja. Kenapa suami saya? Itu dalam benak saya," tuturnya.
Tapi Pipik akhirnya bangkit setelah mendengar ucapan dari sang anak. "Saya dapat pelajaran dari anak-anak saya. Dia membisikkan ke telinga saya, kalau umi begitu terus memang bisa bikin abi hidup lagi? Enggak bisa, abi sudah mati," jelasnya.
Mendengar itu, Pipik mengaku tersentak. Dia kaget bukan kepalang karena sang anak justru jauh lebih tabah darinya. "Di situ saya bangkit (dari kesedihan)," ungkapnya.
Dari situ, Pipik mulai menerima takdir yang harus dijalaninya. Dia sadar bahwa apa yang dialami dalam kehidupan tak lepas dari takdir.
Pipik lalu bercerita alasan kenapa dirinya membagi kisah kehidupannya, terutama setelah meninggalnya Uje.
"Dengan semua pengalaman saya, saya ingin menyemangati ibu-ibu dan semua yang ada di sini bahwa kita punya Allah SWT," imbuhnya.
Dia pun mengungkap berbagai ajakan positif agar warga yang hadir terus memperbaiki diri demi mengejar kehidupan akhirat ketimbang kesenangan duniawi.
